Kamis, 07 Mei 2015

PSIKOLOGI KESEHATAN_MAKALAH PERILAKU ADIKTIF


ADDICTIVE BEHAVIORS
( Perilaku Adiktif )

Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Psikologi Kesehatan
Di Ajukan Kepada : Endah Sasmitohening, S.Psi, M.A

http://ferarita.files.wordpress.com/2012/10/lambang-unja.jpg

Oleh :
KELOMPOK 1
Ramadhani Eka Putri              ( G1D114018 )
Valensia BR N                        ( G1D114019 )
Efa Nurin Diansari                  ( G1D114034 )
Yasmi Arwati                          ( G1D114035 )
                 Iwan Kisra                              ( G1D114037 )

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS JAMBI
2015
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kepada ALLAH SWT karena hanya atas Berkah dan Rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan pengerjaan makalah yang berjudul “ Addictive Behaviors ”.Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Kesehatan semester kedua.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Endah Sasmitohening, S.Psi, M.A, selaku dosen pembimbing mata kuliah Psikologi Kesehatan serta kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Semoga makalah ini dapat memberikan informasi dan manfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan khususnya dalam hal addictive behaviors.
Kami sebagai penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.


                                                                             Jambi , 5 April 2015

                                                                                                 Penulis





DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................    i
DAFTAR ISI ............................................................................................    ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1       Latar Belakang ...............................................................................    1
1.2       Rumusan Masalah ..........................................................................    2
1.3       Maksud dan Tujuan ………….......................................................    2
1.4       Manfaat .........................................................................................     2
BAB II PEMBAHASAN
2.1        Deskriptif Perilaku Adiktif ....................................................            3         
2.2        Tahap Penghentian Perilaku Adiktif  .....................................            5
2.3        Proses Dalam Perilaku Adiktif ......................................................    6
2.4        Kafein .....................................................................................           7
2.5        Rokok .....................................................................................           11
2.6        Minuman Alkohol  ..................................................................           17

BAB III PENUTUP
3.1       Kesimpulan ...................................................................................    29
3.2       Saran ............................................................................................     29
Text Box: iiDAFTAR PUSTAKA ......................................................................           ..........  iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Addictive behaviors berarti perilaku kecanduan atau suatu tindakan dari diri seseorang yang dilakukan berulang – ulang sehingga menyebabkan ketergantungan. Kebanyakan orang – orang berfikir bahwa perilaku kecanduan itu berasal dari obat – obatan yang menimbulkan efek negatif, namun dapat kita lihat dalam kehidupan sehari – hari perilaku adiktif tidak hanya karena obat – obatan saja tetapi juga bisa berasal dari selain obat, seperti kecanduan belanja, kecanduan bermain game online, kecanduan olahraga dan lainnya.
Perilaku adiktif terjadi didalam kehidupan karena berbagai faktor ( faktor lingkungan, sosial, budaya, ekonomi dan lainnya ). Selain faktor tersebut hal yang paling berpengaruh dalam terbentuknya perilaku adiktif yaitu faktor psikis dari dalam diri seseorang, jika psikis seseorang sehat maka orang tersebut tidak mudah terpengaruh kedalam prilaku adiktif dan sebaliknya jika psikis seseorang tidak sehat maka orang tersebut akan mudah terpengaruh.
Intervensi tenaga kesehatan masyarakat, tenaga kesehatan lainnya, pemerintah dan masyarakat itu sendiri sangat diperlukan dalam mengurangi perilaku adiktif yang terus berkembang dalam kehidupan. Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern maka sangat dibutuhkan intervensi tenaga kesehatan yang berkualitas untuk meghadapi masalah perilaku adiktif tersebut
Perilaku adiktif seperti kecanduan alkohol, kecanduan merokok, kecanduan makanan dan minuman yang mengandung kafein dapat membahayakan kesehatan seseorang ( baik jasmani, fisik, mental, soaial maupun ekonomi ) bahkan dapat menyebabkan peningkatan angka kematian. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk mencegah serta menanggulangi bahaya dari perilaku tersebut, demi terciptanya masyarakat yang sehat dan sejahtera.
Text Box: 1                                                                                               

1.2  Rumusan Masalah
                 Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merumuskan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Deskriptif Perilaku Adiktif
2.      Tahap Penghentian Perilaku Adiktif
3.      Proses Dalam Prilaku Adiktif
4.      Kafein
5.      Rokok
6.      Minuman Beralkohol

1.3  Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah :
1.      Mengetahui Deskriptif Perilaku Adiktif
2.      Memahami Tahap Penghentian Perilaku Adiktif
3.      Memahami Proses Dalam Prilaku Adiktif
4.      Mengetahui Kafein
5.      Mengetahui Rokok
6.      Mengetahui Minuman Beralkohol

1.4  Manfaat
Manfaat dari penyusunan makalah ini adalah sebagai tambahan referensi,  pembelajaran nyata dan berharga untuk memahami dan mengakaji konsep diri  serta sebagai sarana untuk mengaplikasikan psikologi kesehatan.





Text Box: 2
 
BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Deskriptif Perilaku Adiktif
Addictive adalah kecanduan, behaviors adalah perilaku atau tindakan. Jadi addictive behaviour adalah perilaku kecanduan. Definisi menurut  ahli hafidz, 1997 “perilaku hasil pembiasaan “ atau perilaku hasil belajar. Contohya  kecanduan merokkok, kecanduan minum,minuman beralkohol. Faktor stimulus perilaku adiktif dibedakan menjadi dua yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal adalah pengaruh dari luar atau lingkungan  sedangkan faktor internal adalah kecemasan, depresi, dan kebahagiaan.
Berdasarkan penelitian terakhir terdapat juga perilaku adiktif yang bukan karena pengaruh obat. Misalnya, sekarang ada literatur tentang kecanduan belanja ( shopaholics ), kecanduan judi, kecanduan seks, kecanduan makanan dan latihan ketergantungan ( kecanduan olahraga ).
Ketergantungan itu sendiri dapat berupa ketergantungan psikis (psychological dependence) maupun ketergantungan fisiologis (physiological dependence). Ketergantungan psikis merupakan kompulsi penggunaan zat untuk memenuhi kebutuhan psikologis, seperti untuk menghadapi stress. Sedangkan ketergantungan fisiologis berarti proses perubahan fungsional tubuh sedemikian rupa dikarenakan paparan rutin terhadap zat.
Sebuah model penyakit kecanduan tersebut akan membuat perilaku menjadi ketagihan karena mereka menghasilkan endorfin yang menciptakan rasa gairah dan kesenangan. Dari perspektif pembelajaran sosial, bagaimanapun, akan dikatakan bahwa perilaku ini menjadi berlebihan karena mereka diperkuat oleh faktor-faktor seperti suasana hati, interaksi sosial, perubahan bentuk tubuh dan keuntungan finansial, dan dipasangkan dengan isyarat seperti teman-teman, pub, stres dan bantuan dari stres, yang menjadi pemicu perilaku berikutnya.
Text Box: 3Studi kasus ini akan fokus pada ketergantungan latihan sebagai contoh kecanduan behaviourally dipicu yang memiliki konsekuensi bagi seorang individu kesejahteraan. Artikel awal meneliti konsep 'kecanduan olahraga', dibahas positif terhadap kecanduan olahraga negatif dan dibahas apakah olahraga berlebihan itu berbahaya. 'Latihan kecanduan' istilah kemudian digantikan oleh orang lain seperti 'berjalan wajib' (Coen dan Ogles 1993), 'berjalan kompulsif' (Nash 1987), 'morbid berolahraga' (Chalmers et al. 1985) dan 'latihan ketergantungan' ( Veale 1987).
Secara umum, kecanduan olahraga berkaitan dengan perspektif penyakit:
·         Toleransi: 'harus saya lakukan lebih dan lebih untuk mendapatkan efek yang sama'.
Maksud toleransi disini adalah contoh bentuk ketergantungan fisiologis, yaitu seiring bertambahnya waktu penggunaan maka pemakaian zat berikutnya diperlukan dosis yang lebih besar dari sebelumnya untuk mencapai efek kenikmatan yang sama. Toleransi inilah yang akan membuat seorang perokok dan perilaku adiktif lainya, terus menambah jumlah perilaku adiktifnya dari waktu ke waktu.
·         Gejala Penarikan: "Jika saya tidak berolahraga saya merasa mengerikan '. Dan untuk perspektif pembelajaran sosial:
·         Merasa luar kendali: "Saya hidup untuk latihan '; "Aku harus latihan '.
·         Interferensi dengan kehidupan sosial: "Saya membatalkan melihat teman-teman saya, jadi saya bisa latihan '.
·         Interferensi dengan kehidupan keluarga: 'Keluarga saya mengeluh saya berolahraga terlalu banyak'.
·         Interferensi dengan pekerjaan: 'latihan saya membuat saya lelah di tempat kerja'.
·         perilaku stereotip: "Aku tidak harus melewatkan sesi latihan '.
·         perilaku yang berlebihan: 'Saya berolahraga lebih dari kebanyakan orang yang saya tahu'.

Text Box: 4Oleh karena itu, latihan ketergantungan (atau istilah mana yang digunakan) menjelaskan latihan berlebihan yang berdampak pada kehidupan seseorang dan mencerminkan perasaan berada di luar kendali.

Tiga asumsi mendukung teori kognitif-sosial :
1.      proses belajar membutuhkan pemrosesan kognitif dan keterampilan pengambilan keputusan dari si pemelajar.
2.      belajar adalah tiga cara relasi yang saling terkait yang terdiri dari lingkungan, faktor personal, dan perilaku.
3.      belajar membuahkan akuisisi kode verbal dan visual dari perilaku yang mungkin akan dilakukan atau tidak dilakukan di masa depan.

2.2  Tahap Penghentian Perilaku Adiktif
Penghentian melibatkan pergeseran di lima tahap dasar:
1)      Precontemplation (pemikiran awal).
fase pre-kontemplasi disebutkan merupakan tahap individu belum mau mengubah perilakunya. Individu masih dalam tahapan “tidak peduli” dengan segala macam teori yang ada tentang perilaku sehat. Saat fase ini walaupun individu diberikan berbagai macam informasi kesehatan dan perubahan perilaku sehat, tidak akan banyak mengubah persepsinya tentang kesehatan.
2)      Contenplation (memikirkan).
Individu pada fase ini mulai menyadari adanya masalah kesehatan yang berkaitan dengan belum berubahnya perilaku dirinya. Sayangnya individu belum ada komitmen untuk berubah. Fase kedua ini biasanya individu mulai menyadari bahwa informasi kesehatan yang dia terima selama ini ada benarnya juga. Saat fase ini biasanya individu sudah mulai terbuka pikirannya.
3)      Preparation (persiapan).
Text Box: 5Individu dalam fase ini biasanya sudah mencoba melakukan perubahan perilaku tetapi masih sering gagal. Contoh individu mulai mencoba berolahraga teratur namun masih suka bolong-bolong jadwalnya. Individu mulai berhenti rokok tapi masih suka merokok jika bertemu dengan teman-teman yang merokok. Pada fase ini individu sudah mulai mempunyai tujuan untuk mencapai perubahan perilakunya. Fase ini memungkinkan tindakan yang lebih lanjut dan individu bisa bertahan melakukan perilaku sehatnya
4)      Action (tindakan).
Individu saat fase ini sudah mampu melaksanakan perubahan perilaku dan sudah menjalaninya dengan baik sekurangnya 6 bulan sejak usaha perubahan itu dilakukan. Individu mulai bisa melakukan hal tersebut dengan konsisten sehingga masuk ke fase selanjutnya yaitu fase pemeliharaan.
5)      Mentenance (pemeliharaan).
Pengentalan jangka panjang dari perubahan yang terjadi 

2.3 Proses Dalam Prilaku Adiktif
2.3.1 Pengkondisian Klasikal ( Classical Conditioning/ Respondent Conditioning )
Istilah “ klasikal” berasal dari eksperimen “ klasik “ yang dilakukan oleh Ivan P.Pavlov ( 1849 – 1936 ). Pavlov seorang psikolog rusia yang memperkenalkan konsep pengkondisian dan prinsip utama pengkondisian klasik. Pengkondisian klasik disebut “ respondent conditioning” karena organisme semata – mata hanya sebagai penerima proses pengkondisian, dengan kata lain mengontrol proses pengkondisian adalah eksperimental. Hal utama tentang pengkondisian klasikal yaitu berupa hubungan ( asosiasi ) antara dua stimulus, menimbulkan perilaku yang tidak disengaja/ gerak refleks. Misalnya, respon reflek dari seekor anjing saat melihat daging di hadapannya
2.3.2 Pengkondisian Operan ( Operant Conditioning / Instrumental Conditioning )
Text Box: 6Diteliti oleh B.F Skinner yang menyatakan bahwa perilaku respon merupakan respon lansung pada stimulus sedangkan perilaku operant dikendalikan oleh akibat dari perilaku respon.
Faktor utama pengkondisian operan adalah “ reinforcement” yaitu stimulus/ situasi yang dapat menguatkan respon yang mncul. Proses belajar dengan pengkondisian operant merupakan proses pengontrolan tingkah laku organisme melalui pemberian reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan yang relatif bebas. Prinsip belajar yang dilakukan secara bertahap seperti penyembuhan secara bertahap perilaku homoseks. Operant conditioning lebih kepada prilaku-prilaku yang sadar.
2.3.3 Pembelajaran Observasional ( Pengamatan )
Pembelajaran ini diteliti oleh Albert Bandura ahli psikologi Kanada , disebut juga modelling yaitu teknik orang yang ditiru tingkah lakunya. A. Bandura menyatakan manusia secara semula jadi belajar melalui proses peniruan / pengamatan yaitu dengan cara melihat orang lain.
Contohnya : anak melihat orang tua nya merokok, sehingga dia mengikuti tindakan tersebut
2.3.4 Proses Kognitif
Proses berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan masalah
Contoh : kemampuan seseorang dalam menyelesaikan masalahnya

2.4 Kafein
2.4.1 Pengertian Kafein
Text Box: 7Kafein adalah zat psikoaktif yang menyebabkan perubahan fisik dalam tubuh dan salah satu jenis alkaloid yang banyak terdapat dalam biji kopi, daun teh dan biji coklat. zat psikoaktif adalah suatu bahan atau zat yang bekerja secara selektif terutama pada otak sehingga dapat menimbulkan perubahan perilaku, emosi, persepsi dan kesadaran sistem saraf otak. Hal ini juga menjadi pusatbanyak perilaku sosial. kopi dan teh membentuk dasar interaksi dengan teman dan keluarga serta menawarkan sarana untuk bersantai sejenak saat sibuk kerja. .
Kafein adalah zat adiktif yang hasil penggunaan yang berulang dalam ketergantungan fisik yang mengarah ke perilaku, fisiologis dan subjektif. Gejala penarikan seperti kantuk, lesu, sakit kepala dan penurunan kinerja psikomotor, termasuk konsentrasi dan waktu reaksi. Penggunaan kafein memiliki dua implikasi penting bagi kesehatan. Pertama, orang yang termotivasi untuk menggunakan kafein melalui manfaat yang diharapkan kinerja dan yang kedua meningkatkan suasana hati.
2.4.2        Dampak positif kafein pada kesehatan
@ Obat sakit kepala: Kafein dapat meredakan sakit kepala dengan cara melebarkan pembuluh darah otak yang menyempit.
@ Meringankan asma: Kafein bisa melegakan napas penderita asma dengan memperluas saluran bronkial yang menghubungkan kerongkongan dengan paru-paru.
@ Membantu konsentrasi: Kafein dapat membantu meningkatkan konsentrasi dengan merangsang otak, bahkan diharapkan dapat meningkatkan memori jangka panjang.
@ Meningkatkan daya tahan tubuh: Kafein dapat membuat tubuh tidak cepat lelah, di perkirakan karena kafein membuat "bahan bakar" yang digunakan oleh otot-otot lebih lama.
@ Mengurangi risiko penyakit Alzheimer: Alzheimer ditandai dengan penurunan asetilkolin. Kafein dapat menghambat aktivitas enzim acetylcholinesterase (AChE), yang memecah bahan kimia atau neurotransmiter dan asetilkolin. Selain kopi, kafein juga menghambat aktivitas enzim butyrylcholinesterase (Buche), yang ditemukan dalam deposit protein pada otak penderita Alzheimer.
@ Mengurangi risiko penyakit Parkinson: Kafein dapat memperlambat dan melawan kepikunan.


Text Box: 8
 
2.4.3        Dampak kafein negatif pada kesehatan
@ Penyakit Jantung: Sebelum Anda minum, kopi disaring terlebih dahulu. Penyaringan dapat menghilangkan zat-zat yang bisa menghilangkan kadar LDL (low-density lipoprotein) jenis kolesterol jahat.
@ Hipertensi dan Darah Gangguan Kapal: Kafein bekerja sebagai stimulan (perangsang). Jadi orang-orang yang sensitif, kafein bisa menyebabkan palpitasi jantung (aritmia) atau tekanan darah meningkat, meskipun sedikit dan temporer. Orang dengan tekanan darah yang tinggi dan kondisi jantung lainnya, harus berkonsultasi dengan dokter Anda jika Anda ingin minum kopi.
@ Kehamilan: Kafein dapat meningkatkan denyut jantung dan metabolisme dalam tubuh ibu, yang dapat terjadi sebagai akibat dari stres yang mengganggu perkembangan janin. Kafein mempengaruhi janin karena kafein dapat melewati plasenta dan dapat masuk ke sirkulasi janin. Dampaknya keguguran. Satu studi menemukan bahwa setidaknya dua cangkir setiap hari dapat melipatgandakan risiko keguguran. Sebuah studi oleh McGill Universitas Montreal menunjukkan hubungan antara konsumsi kafein dan keguguran.
@ Keracunan kafein: Terlalu banyak kafein dapat menyebabkan keracunan (intoksikasi) kafein (yang tinggi pada kafein). Gejala penyakit ini adalah termasuk kegelisahan, kecemasan, insomnia, keceriaan, pembilasan, sering buang air kecil (diuresis), dan masalah gastrointestinal.
@ Gangguan lain: Kafein menyebabkan insomnia dan kecemasan meningkat, serangan panik memburuk pada pasien dengan panik. Kafein juga meningkatkan produksi asam lambung sehingga memperparah mulas dan sakit perut.
2.4.4 Efek kafein dalam jangka pendek
Text Box: 9Kafein sampai di jaringan dalam waktu 5 menit dan tahap puncak mencapai darah dalam waktu 50 menit. Kafein juga dapat merangsang otak (7,5-150 mg) dapat meningkatkan aktifitas neural dalam otak serta mengurangi keletihan, dan dapat memperlambat waktu tidur.
2.4.5 Efek kafein dalam jangka panjang
Pemakaian lebih dari 650mg dapat menyebabkan insomnia kronik, gelisah, dan ulkus. Efek lain dapat meningkatkan denyut jantung dan berisiko terhadap penumpukan kolesterol.Mereka yang mengonsumsi kafein cenderung memegang dua harapan utama bagaimana obat akan mempengaruhi mereka. Pertama, mereka percaya bahwa kafein meningkatkan suasana hati mereka, dan kedua mereka percaya akan meningkatkan kinerja mereka.
2.4.6 Cara Mengurangi Penggunaan Kafein
Potensi ketergantungan membuat kafein disamakan dengan zat-zat adiktif lainnya. Seorang peminum kopi yang menghentikan kebiasaan minum kopi dapat mengalami “caffeine withdrawal” yang ditandai oleh sakit kepala berdenyut, namun gejala ini akan hilang setelah 24-48 jam. Agar Anda tidak merasa tersiksa, coba ikuti cara mengurangi kebiasaan mengonsumsi kafein berikut ini:
1. Kurangi 25 persen setiap minggu, salah satu cara termudah untuk mulai mengurangi kafein adalah dengan menguranginya setahap demi setahap.
2. Cemilan sehat
3. Banyak minum air putih
4. Tiduran, tak ada cara lain untuk mengatasi kantuk (bila itu alasan Anda minum kopi), selain dengan tiduran sebentar.
2.4.7 Mengonsumsi Kafein Sebagai Perilaku Adiktif
Text Box: 10Kafein jelas memiliki sifat psikoaktif dan bertindak sebagai obat pada tubuh kita. Orang-orang termotivasi untuk menggunakan kafein untuk kinerja dan suasana hati mereka, tetapi penelitian menunjukkan bahwa manfaat ini sebenarnya hanya kompensasi untuk efek negatif dari gejala yang akan ditimbulkan. Namun, kafein juga merupakan perilaku yang dipelajari untuk mengasosiasikan kopi dengan interaksi sosial, sebagai alasan untuk percakapan ('pergi keluar untuk minum kopi'). Mereka juga memiliki harapan positif berdasarkan pengalaman mereka sebelumnya. Pembelajaran kafein juga melalui pembelajaran asosiatif, penguatan dan modeling.
2.5 Rokok
2.5.1 Pengertian Perilaku Merokok
Perilaku merokok adalah perilaku yang membahayakan kesehatan baik bagi perokok sendiri maupun orang lain yang kebetulan menghisap asap rokok tersebut (Komalasari & Helmi, 2000). Menurut Aula (2010) perilaku merokok merupakan suatu fonomena yang muncul dalam masyarakat, dimana sebagian besar masyarakat sudah mengetahui dampak negatif merokok, namun bersikeras menghalalkan tindakan merokok.
Ditemui orang merokok dimana-mana, baik rumah dikantor, dipasar ataupun tempat umum lainnya. Mulai merokok terjadi akibat pengaruh lingkungan social. Modelling (meniru perilaku orang lain) menjadi salah satu determinan dalam memulai perilaku merokok (Sarafino, 1994). Tembakau membunuh lebih setengah penggunanya, hampir 6 juta orang pertahun, diantaranya 5 juta orang perokok dan mantan perokok, serta 600.000 orang bukan perokok yang terpapar asap rokok. Bila tidak dilakukan tindakan pengendalian, kematian akan meningkat cepat menjadi lebih 8 juta orang pada tahun 2030. Tembakau merupakan peringkat utama penyebab kematian yang sebenarnya dapat dicegah

2.5.2 Zat Yang Terkandung Dalam Rokok
Umumnya kita tidak menyadari bahwa didalam sebatang rokok terkandung 4000 jenis senyawa kimia, dengan 3 komponen utama yaitu : 1) Nikotin, adalah zat berbahaya yang menyebabkan kecanduan (adiktif), 2) Tar, adalah zat berbahaya yang menyebabkan kanker (karsinogenik), 3) Karbon Monoksida (CO), adalah salah satu gas beracun yang menurunkan kandungan oksigen dalam darah.Sebanyak 400 jenis diantaranya adalah termasuk zat berbahaya dan 43 jenis yang tergolong karsinogenik (zat penyebab kanker).
2.5.3 Dampak Negatif
Text Box: 11Doll dan Hill (1954) melaporkan bahwa merokok berhubungan dengan kanker paru-paru. Sejak itu, merokok juga telah terlibat dalam penyakit jantung koroner (PJK) dan banyak kanker lain seperti tenggorokan, perut dan usus. Rata-rata perokok meninggal 8 tahun lebih awal dan mulai menderita cacat 12 tahun lebih awal, sementara seperempat dari perokok yang gagal menghentikan mati rata-rata 23 tahun lebih awal (Barat dan Shiffman 2004).
Merokok pada masa remaja juga telah ditemukan memiliki efek yang lebih langsung dan terkait dengan sesak napas, asma, tekanan darah tinggi dan peningkatan jumlah infeksi saluran pernapasan (American Lung Association 2002a, 2002b). Ada juga telah tertarik pada perokok pasif dan penelitian menunjukkan hubungan antara perokok pasif dan kanker paru-paru pada orang dewasa, dan kesehatan yang buruk pernafasan pada anak-anak (US Environmental Protection Agency 1992).
Ketika seseorang tidak merokok maka terjadi gejala putus nikotin seperti: rasa tidak nyaman, sulit konsentrasi, mudah marah sehingga untuk mempertahankan rasa nyamannya, timbul dorongan untuk merokok kembali. Inilah yang disebut kecanduan/ketagihan

2.5.4 Dampak positif
Hanya ada sedikit efek kesehatan yang positif dari merokok. Ia telah mengemukakan bahwa perokok melaporkan efek mood positif dari merokok dan merokok yang dapat membantu individu untuk mengatasi keadaan sulit.

2.5.5 Intervensi Kesehatan Masyarakat
Mempromosikan penghentian dalam populasi Intervensi kesehatan masyarakat bertujuan untuk mempromosikan perubahan perilaku pada populasi dantelah menjadi semakin populer selama beberapa tahun terakhir. Intervensi tersebut ditujukan untuk semua individu, bukan hanya mereka yang mencari bantuan. Untuk berhenti merokok, mereka mengambil bentuk saran dokter, intervensi tempat kerja, pendekatan masyarakat luas dan intervensi pemerintah. Untuk perilaku minum, sebagian besar intervensi kesehatan masyarakat berupa intervensi pemerintah.
Text Box: 12                  
1.Saran Dokter
         Sekitar 70 persen dari perokok akan mengunjungi dokter di beberapa titik setiap tahun. Penelitian menunjukkan bahwa rekomendasi dari dokter, yang dianggap sebagai sumber informasi yang kredibel, bisa sangat sukses dalam mempromosikan berhenti merokok. Dalam sebuah studi klasik yang dilakukan dalam lima praktek umum di London (Russell et al 1979). Perokok mengunjungi dokter umum mereka selama empat minggu yang dialokasikan untuk salah satu dari empat kelompok:
(1) tindak lanjut saja;
(2) kuesioner tentang perilaku merokok mereka dan tindak lanjut;
(3) saran dokter untuk berhenti merokok, kuesioner tentang perilaku merokok mereka dan tindak lanjut; dan
(4) nasihat dokter untuk berhenti merokok, leaflet memberikan tips tentang cara untuk berhenti dan tindak lanjut.

2.Program Berbasis Masyarakat
             Program berbasis komunitas besar telah ditetapkan sebagai sarana mempromosikan berhenti merokok dalam kelompok besar individu.Program-program tersebut bertujuan untuk mencapai orang-orang yang tidak akan menghadiri klinik dan menggunakan motivasi kelompok dan dukungan sosial dengan cara yang mirip dengan tempat kerja intervensi. Program berbasis masyarakat awal adalah bagian dari dorongan untuk mengurangi penyakit jantung koroner. Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan penurunan persen per 24 kematian kardiovaskular, tingkat dua kali lipat dari seluruh negara (Puskaetal.1985).

3. Intervensi Pemerintah.
            Sarana tambahan untuk mempromosikan berhenti merokok dan minum yang sehat adalah untuk mendorong pemerintah untuk campur tangan. Intervensi tersebut dapat mengambil beberapa bentuk:



Text Box: 13
 
a)    Membatasi / melarang iklan.
Menurut teori belajar sosial, kita belajar untuk merokok dan minum dengan mengaitkan merokok dan minum dengan karakteristik yang menarik, seperti 'Ini akan membantu saya rileks', 'Itu membuat saya terlihat. canggih', 'Itu membuat saya terlihat seksi', 'Ini adalah berisiko '. Iklan bertujuan untuk mengakses dan mempromosikan keyakinan ini dalam rangka mendorong merokok dan minum. Menerapkan larangan / pembatasan iklan akan menghapus sumber ini keyakinan. Di Inggris, iklan rokok dilarang pada tahun 2003.
b)   Meningkatkan biaya.
Penelitian menunjukkan hubungan antara biaya rokok dan alkohol dan konsumsi mereka. Peningkatan harga rokok dan alkohol bisa meningkatkan merokok dan minum penghentian dan mencegah inisiasi perilaku ini, khususnya di kalangan anak-anak. Menurut model kepercayaan kesehatan, hal ini akan memberikan kontribusi pada biaya yang dirasakan dari perilaku dan manfaat yang dirasakan dari perubahan perilaku.
c)    Melarang merokok di tempat umum.
Merokok sudah terbatas pada tempat-tempat tertentu di banyak negara. Pada tahun 2007 larangan merokok diberlakukan di Inggris dan sekarang merokok dibatasi baik untuk di luar ruangan atau swasta tempat. Larangan serupa di tempat di Amerika Serikat, Irlandia dan Italia Larangan luas merokok dapat mempromosikan berhenti merokok. Menurut teori belajar sosial, hal ini akan mengakibatkan isyarat untuk merokok (misalnya restoran, bar) menjadi akhirnya memisahkan diri dari merokok.

2.5.6 Proses Psikologis dan Sosial yang Dapat Meningkatkan Perilaku Merokok
           Dalam upaya untuk memahami inisiasi dan pemeliharaan merokok, para peneliti telah mencari proses psikologis dan sosial yang dapat meningkatkan perilaku merokok dengan fokus pada kognisi dan norma-norma sosial.


Text Box: 14
 
KOGNISI
Kognisi yang memprediksi perilaku merokok termasuk bergaul merokok dengan menyenangkan dan kesenangan, merokok sebagai sarana menenangkan saraf dan merokok sebagai bersosialisasi dan membangun kepercayaan diri, yang semuanya telah dilaporkan oleh perokok Penelitian juga menyoroti peran diri dan persepsi kemudahan merokok.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa merokok inisiasi diperkirakan oleh niat awal. Asosiasi ini antara niat dan perilaku hanya hadir, namun, pada mereka yang tidak mengekspresikan penyesalan tentang memulai merokok pada awal dan yang menunjukkan niat yang stabil. Dalam hal pemeliharaan merokok, Lawton et al.

NORMA SOSIAL
Banyak penelitian berfokus pada individu dan membawa mereka keluar dari konteks sosial mereka. Interaksi dengan bantuan dunia sosial untuk menciptakan dan mengembangkan keyakinan dan perilaku anak.
Faktor utama yang memprediksi merokok adalah merokok orangtua, dengan laporan bahwa anak-anak dua kali lebih mungkin untuk merokok jika orang tua mereka merokok (Lader dan Matheson 1991). Selain itu, sikap orang tua untuk merokok juga mempengaruhi perilaku anak mereka. Sebagai contoh, jika seorang anak merasakan orang tua sebagai kuat terhadap merokok, dia adalah sampai dengan seventimes kurang mungkin perokok (Murray et al. 1984). Selanjutnya pengaruh yang paling penting pada merokok tekanan peer group. Mercken et al. (2011) mengeksplorasi keyakinan dan perilaku dari 1.475 remaja Belanda dan menyimpulkan bahwa perilaku merokok mereka diprediksi oleh orangtua, saudara dan teman merokok.
2.5.7 Grafik Perokok Di Indonesia
Text Box: 15Rokok menyebabkan lebih dari 80% laki-laki dan hampir 50% perempuan meninggal karena kanker paru-paru. Perokok pasif diperkirakan menyebabkan kematian sekitar 600.000 kematian dini setiap tahunnya di dunia.

PREVALENSI MEROKOK UNTUK SEMUA KELOMPOK






 
                           Data Susenas                        Data Riskesdas

Berdasarkan grafik diatas terlihat bahwa prevalensi merokok di Indonesia sangat tinggi di berbaga lapisan masyarakat, terutama pada laki-laki mulai dari anak-anak, ramaja dan dewasa. Kecenderungan merokok terus meningkat dari tahun ke tahun baik pada laki-laki dan perempuan, hal ini mengkhawatirkan kita semua. Data Susenas dan Riskesdas menunjukkan bahwa prevalensi merokok untuk semua kelompok umur mengalami lonjakan. Semakin meningkatnya angka perokok di Indonesia juga menunjukan semakin meningkatnya angka kematian akibat Penyakit Tidak Menular ( PTM ) kususnya karena merokok.

Text Box: 16Data tahun 1995, 2001, 2004 adalah data Susenas seperti tampak pada 9 (sembilan) grafik sebelah kiri sedangkan data tahun 2007 dan 2010 adalah data Riskesdas. Data Riskesdas tahun 2010 menunjukkan prevalensi perokok 16 kali lebih tinggi pada laki-laki (65,9%) dibandingkan perempuan (4,2%). Data susenas tahun 1995 menunjukan prevalensi perokok terendah dengan laki – laki 53,4% dan perempuan 1,7%.
TREND USIA MULAI MEROKOK MENINGKAT (10-14 TAHUN)


Grafik diatas menunjukkan perbandingan data pada Susenas tahun 2001 dengan Riskesdas tahun 2010. Pada grafik usia 10-14 tahun menunjukkan terjadi peningkatan tajam, dimana pada grafik berwarna biru (Susenas tahun 2001) sebesar 9,5% dan pada grafik berwarna merah muda (Riskesdas 2010) meningkat menjadi 17,5%. Peningkatan ini kurang lebih sebesar 80%

Jumlah perokok tertinggi terjadi dikalangan remaja  pada usia 15 – 19 tahun dimana pada tahun 2001 yaitu 58,9% dan 2010 yaitu 43,5%, meskipun telah mengetahui dampak buruk rokok bagi kesehatan. Dari data tersebut juga terlihat usia mulai merokok sudah ada pada usia 5 – 9 tahun dan mulai meningkat pada usia 10 – 14 tahun.

2.6 Minuman Alkohol
2.6.1 Pengertian Alkohol
Text Box: 17Alkohol adalah zat psikoatif yang bersifat adiktif. Zat psikoatif adalah golongan zat yang bekerja secara selektif, terutama pada otak, yang dapat menimbulkan perubahan pada perilaku, emosi, kognitif, persepsi, dan kesadaran seseorang. Sedangkan adiksi atau adiktif adalah suatu keadaan kecanduan atau ketergantungan terhadap jenis zat tertentu. Seseorang yang menggunakan alkohol mempunyai rentang responyang tidak stabil dari kondisi yang ringan sampai berat.(Teguh Pribadi, 2009).
Alkoholik ialah orang yang bermasalah berupa biasa minum-minuman beralkohol, sehingga kebiasaannya itu merugikan atau mengganggu penyesuaian dirinya dari segi kesehatan, hubungan dengan orang lain dan pelaksanaan tugas atau pekerjaan sehari-hari. Alcoholism adalah ketergantungan pada alkohol yang mempengaruhi adjustment dalam hidup. Alkohol merupakan jenis depresan atau penenang yang menyerang dan menumpulkan pusat-pusat penting di dalam otak, sehingga penilaian dan proses-proses rasional lainnya dalam diri seorang alkoholik menjadi terganggu disamping kontrol dirinya pun menjadi lemah. Nama yang populer alkohol di Indonesia untuk konsumsi adalah miras, kamput, topi miring, raja jemblung, cap tikus, balo, dan lain sebagainya.
2.6.2 Dampak Positif dan Negatif Alkohol
Dampak Negatif :
Konsumsi alkohol memiliki banyak efek negatif pada kesehatan. Sebagai contoh, alkoholisme meningkatkan kemungkinan gangguan seperti sirosis hati, kanker (misalnya pankreas dan hati), hipertensi dan defisit memori (Putih et al. 2002). Alkohol juga meningkatkan kemungkinan bahaya melalui kecelakaan mobil, kecelakaan non-lalu lintas, kecelakaan jatuh, kekerasan dan seks yang tidak aman. 
Dampak positif :
·         Wine
Dengan dosis segelas anggur per hari,bagi para wanita, wine dapat menaikkan estrogen, yg memperlambat kerusakan tulang serta mengurangi resiko mati muda hingga 33%. Sedangkan bagi para pria,wine mampu mengurangi resiko terjadinya kanker prostat.



Text Box: 18
 
·         Beer
Bir umumnya dibuat dari gandum yg difermentasikan dan dapat mengurangi resiko penyakit jantung.sedangkan bir beralkohol rendah dapat digunakan sebagai anti kanker bila diminum secara teratur.
·         Arak/ tuak
Minuman keras ini memiliki kadar alkohol yang cukup tinggi. Tuak berkhasiat menyehatkan badan karena mengandung efek menghangatkan tubuh

2.6.3 Alkohol Menghasilkan Efek Jangka Pendek Dan Efek Jangka Panjang
Alkohol memiliki efek jangka pendek dan panjang yang bervariasi bagi manusia, mulai dari berkurangnya kemampuan menilai dan koordinasi motorik dan konsekuensinya yang mengerikan, hingga kecanduan, yang membuat kehidupan normal dan produktif tidak mungkin lagi dijalani dan sangat sulit diatasi. Alkohol dapat menyebabkan kondisi blackouts atau hilang kesadaran dan hangover, suatu kondisi ringan withdrawal yang berupa sakit kepala. Kebiasaan minum kronis dalam waktu lama menimbulkan kerusakan biologis parah, terutama pada organ hati, serta kemunduran psikologis.
Adapun efek yang terjadi di otak antara lain adalah meningkatnya stimulasi seksual. Selain itu, alkohol dapat menyebabkan rusaknya fungsi darah putih memerangi penyakit sehingga memberi peluang timbulnya kanker. Alkohol menghambat berbagai reseptor glutamate yang dapat menimbulkan efek kognitif intoksikasi (keracunan) alkohol, seperti berbicara dengan tidak jelas dan hilangnya memori. Pada mahasiswa, penyalahgunaan alkohol ini dapat menyebabkan kelemahan dalam berbagai tes neuropsikologis.
2.6.4 Faktor Penyebab
Text Box: 19Orang yang menjadi penyalahguna atau ketergantungan alkohol harus mempunyai sikap positif terhadap obat tersebut, kemudian mulai bereksperimen dengan menggunakannya, mulai menggunakan secara teratur, menggunakannya secara berlebihan dan menyalahgunakannya atau menjadi tergantung secara fisik padanya. Setelah menggunakan secara berlebihan dalam waktu lama, orang yang bersangkutan akan terikat oleh proses biologis toleransi dan putus zat.
  • Variabel Sosiokultural
Pengaruh teman sebaya, orang tua, media dan jenis perilaku yang dianggap pantas dalam suatu budaya tertentu, lingkungan sosial, dapat mempengaruhi ketertarikan dan akses seseorang pada obat-obatan. Individu memiliki kecenderungan menyalahgunakan zat pada kenyataannya memilih jaringan sosial yang sesuai dengan pola minum atau penggunaan obat mereka. Individu pun seringkali lebih memilih jaringan sosial yang memiliki pola minum yang sama dengan mereka. Jaringan sosial seseorang memprediksi kebiasaan minum individual, namun kebiasaan minum individual juga memprediksi kebiasaan minum jaringan sosial.
  • Variabel Psikologis
Perubahan mood terkait pengaruh alkohol. Berbagai temuan mengindikasikan bahwa alkohol dapat menghasilkan efek mengurangi ketegangan dengan mengubah kognisi dan persepsi. Alkohol melemahkan proses kognitif dan menyempitkan perhatian ke berbagai kejadian yang paling segera terlihat, mengakibatkan myopia alkohol yaitu orang yang terintoksikasi mengalami penurunan kemampuan kognisi untuk mendistribusikan perhatian antara aktivitas yang sedang berlangsung dan kekhawatiran. Jika terdapat aktivitas pengalih perhatian, perhatian akan beralih ke aktivitas tersebut dan bukan pada pikiran-pikiran yang menimbulkan kekhawatiran sehingga mengakibatkan berkurangnya kecemasan.
  • Variabel Biologis
Text Box: 20Secara biologis, metabolisme sel orang yang tergantung pada alkohol telah beradaptasi dengan kehadiran alkohol di dalam darah, sehingga kini justru menuntutnya. Data mengindikasikan bahwa permasalahan minum pada manusia menurun dalam keluarga, menunjukkan adanya komponen genetik. Kemampuan untuk menoleransi alkohol dapat merupakan sesuatu yang diturunkan dalam keluarga sebagai suatu diathesis bagi penyalahgunaan atau ketergantungan alkohol. Beberapa kelompok etnis, seperti orang-orang Asia, dapat memiliki tingkat penyalahgunaan alkohol yang rendah karena adanya intoleransi fisiologis, yang disebabkan oleh kekurangan enzim yang mencerna alkohol yang bersifat keturunan. Dari temuan yang didapat, biasanya penyalahgunaan alkohol lebih mungkin terjadi pada mereka yang tidak mudah terpengaruh oleh alkohol.
2.6.5 Pandangan Teori Psikologi ( Pandangan Behavioral Psikologi dan Penghargaan Biokimia )
Secara tradisonal, behaviorist memandang ketergantungan alkohol sama dengan kebiasaan kuat yang terus bertahan oleh berbagai hal yang terdahulu dan memperkuat akibatnya. Beberapa anggapan telah ditawarkan seperti untuk apa kunci penguatan, perjanjian sosial, kemampuan untuk terlibat berperilaku sosial santai, menghindari gejala psikologi penarikan diri, atau pengurangan tegangan psikologis. Dalam proses pengurangan ketidaknyamanan psikologis, beberapa dari kita mengambil jalan dengan minum, dan jika hal itu bekerja efektif, maka selanjutnya akohol menjadi sesuatu hal yang disukai dan dilakukan berulang-ulang. Secepatnya, tentu saja, minum berlebihan mungkin membuat dirinya jauh lebih stress, terutama rasa bersalah, diaman untuk mengurangi perasaan itu dengan cara minum lebih banyak lagi.
2.6.6 Pencegahan
  • Prevensi Primer:
Mempelajari munculnya penyebab gangguan dengan cara mengumpulkan informasi yang dapat digunakan atau dengan cara mengikuti penyuluhan tentang gangguan tersebut.
  • Prevensi sekunder:
Text Box: 21Menekankan pada deteksi dini dan treatment yang tepat terhadap tingkahlaku maladaptif. Contohnya; Menangani Masalah
Mengakui bahwa ia memiliki masalah minum yang serius dapat dirasa terlalu terang-terangan bagi seseorang yang tidak pernah minum berlebihan atau tidak pernah mengenal seseorang yang demikian. Langkah pertama menuju keadaan yang lebih baik disebut tahap kontemplasi, tahap tersebut dapat dilakukan dengan memberikan pertanyaan yang menyentuh isu tersebut secara tidak langsung. Contohnya, “Apakah terkadang Anda merasa tidak nyaman jika tidak tersedia alkohol? Apakah terkadang Anda merasa bersalah atas kebiasaan minum Anda?” dan sebagainya. Setelah penyalahguna alkohol mengakui bahwa ia memiliki masalah, lakukan pendekatan penangan yang dapat diberikan.
  • Prevensi Tersier:
Prevensi ini untuk mengurangi dampak gangguan dan mengembalikan individu agar mampu berfungsi secara normal. Contohnya;
1. Penanganan Biologis
Text Box: 22Penanganan biologis paling baik dan dapat memberikan manfaat bila dikombinasikan dengan suatu intervensi psikologis. Saat ini terdapat terapi yang mencakup kombinasi terapi obat dan psikoterapi maupun kombinasi beberapa obat yang berbeda. Beberapa peminum bermasalah yang sedang dalam penanganan menggunakan dsulfiram atau antabuse, yaitu obat yang mencegah minum dengan cara menyebabkan muntah-muntah hebat jika alkohol diminum. Obat tersebut menghambat metabolisme alkohol sehingga tercipta produk sampingan yang sangat tidak mengenakan. Kepatuhan terhadap pengobatan Antabuse menjadi suatu masalah. Penyalahguna alkohol harus memiliki komitmen kuat untuk berubah sehingga kemungkinan besar frekuensi minum akan berkurang karena efek negatif yang terjadi ketika seseorang meminum alkohol. Antabuse dapat menimbulkan efek samping yang serius, seperti peradangan jaringan saraf. Adapun Buspiron yang bekerja menghambat serotonin cukup memiliki manfaat terapeutik dalam penanganan ketergantungan alkohol. Klonidin juga mampu mengurangi aktivitas noradrenergik di dalam otak, cukup bermanfaat untuk mengurangi efek penghentian dari beberapa obat, termasuk alkohol. Fluoksetin menghasilkan perbaikan kondisi depresi dan mengurangi minum di kalangan penyalahguna alkohol yang juga mengalami depresi.
Meskipun tidak secara khusus ditergetkan untuk mengatasi masalah minum berlebihan, beberapa obat psikoaktif tertentu biasa digunakan untuk menangani berbagai masalah yang berhubungan dengan kebiasaan minum. Oleh karena itu, antidepresan dapat digunakan untuk pengobatan depresi dan anti kecemasan untuk kecemasan. Dengan menghasilkan perbaikan masalah emosional yang sering kali dihubungkan dengan permasalahan minum, obat-obatan tersebut dapat memberikan dampak menguntungkan dalam penanganan ketergantungan dan penyalahgunaan alkohol.
2. Alcoholics Anonymous
Kelompok terapi mandiri terbesar dan paling terkenal di seluruh dunia yang didirikan tahun 1935 oleh dua orang mantan pencandu alkohol. Alcoholic Anonymous (AA) melakukan pertemuan secara rutin dan sering dimana para anggota baru berdiri untuk memberitahukan bahwa mereka adalah seorang alkoholik, dan para anggota lama yang sudah sembuh memberikan kesaksian mengenai masalah ketergantungan alkohol yang pernah mereka alami dan menyampaikan bagaimana kehidupan mereka saat ini telah menjadi lebih baik.
 Kelompok tersebut memberikan dukungan emosional, pengertian, dan konseling dekat bagi peminum bermasalah serta kehidupan sosial agar terlepas dari pengisolasian diri. Para anggota AA didorong untuk saling menelepon satu sama lain kapanpun mereka membutuhkan teman dan dorongan untuk tidak kembali minum. Kepada setiap anggota AA ditanamkan keyakinan bahwa penyalahgunaan alkohol merupakan penyakit yang tidak pernah dapat disembuhkan, dan diperlukan kewaspadaan yang terus-menerus agar dapat menahan diri untuk tidak minum walaupun hanya sekali karena bila terjadi demikian, kebiasaan minum yang tidak terkendali akan berulang kembali.


Text Box: 23
 
3. Terapi Pasangan dan Keluarga
Terapi perkawinan atau pasangan yang berorientasi perilaku diketahui telah berhasil mengurangi permasalahan minum serta cukup mengurangi penderitaan pasangan secara umum. Terapi ini dihubungkan dengan berkurangnya kekerasan dalam rumah tangga. Salah satu fokus terapi ini adalah melibatkan pasangannya untuk membantu peminum meminum Antabuse secara teratur. Pentingnya dukungan pasangan dalam upaya peminum bermasalah untuk mengatasi berbagai stress yang tidak terhindarkan dalam hidup tidak boleh diremehkan.
4. Penanganan Kognitif dan Perilaku
Terapi kognitif dan behavioral merupakan penanganan psikologis yang paling efektif bagi penyalahgunaan alkohol. Terapi aversi yaitu terapi seorang penyalahguna alkohol dengan cara dikejutkan atau dibuat menjadi mual ketika melihat, meraih, atau mulai minum alkohol. Dalam satu prosedur yang disebut sensitisasi tertutup, penyalahguna alkohol diinstruksikan untuk membayangkan dirinya mengalami mual yang hebat dan luar biasa karena minum alkohol. Terapi ini sedikit lebih efektif disbanding rawat inap. Terapi ini jika benar-benar digunakan, tampaknya paling baik diterapkan dalam konteks program berbasis luas yang mencakup penanganan terhadap berbagai situasi kehidupan tertentu dari pasien yang seringkali dihubungkan dengan penyalahguna alkohol.
Contoh Kasus
Text Box: 24Alice, 54 tahun. Ketika keluarganya akhirnya membujuknya untuk berobat ke klinik rehabilitasi alkohol. Ia jatuh terguling tangga kamar tidurnya saat dalam keadaan mabuk, dan mungkin kejadian tersebut yang akhirnya membuatnya mengakui bahwa ada yang salah dengan dirinya. Kebiasaan minumnya menjadi tidak terkendali selama beberapa tahun terakhir. Ia mengawali hari dengan minum, berlanjut sepanjang pagi, dan pada siang hari ia berada dalam kondisi mabuk total. Ia jarang ingat tentang berbagai hal yang terjadi selepas tengah hari. Sejak awal masa dewasa ia minum secara rutin, namun jarang pada siang hari dan tidak pernah sampai mabuk. Kematian suaminya secara mendadak dalam sebuah kecelakaan mobil dua tahun sebelumnya telah memicu peningkatan frekuensi minumnya, dan dalam enam bulan kebiasaan minumnya telah berubah menjadi pola penyalahgunaan alkohol yang parah. Ia tidak memiliki keinginan untuk keluar rumah dan berhenti melakukan berbagai aktivitas social dengan keluarga dan teman-temannya. Upaya yang berulang kali dilakukan keluarganya untuk membuatnya membatasi konsumsi alkohol hanya memicu pertengkaran.
2.6.7 Perubahan Sejarah
2.6.7.1 Abad Ketujuh Belas Dan Model Moral Kecanduan
Selama abad ketujuh belas, alkohol umumnya dijunjung tinggi oleh masyarakat. Ini dianggap sebagai lebih aman daripada air, bergizi, dan pemilik penginapan itu dinilai sebagai tokoh sentral dalam masyarakat. Selain itu, saat ini manusia dianggap terpisah dari alam, dalam hal memiliki jiwa dan kemauan dan bertanggung jawab atas perilaku mereka sendiri. Perilaku hewan dilihat sebagai akibat dari drive biologis, sedangkan perilaku manusia dipandang sebagai hasil dari pilihan bebas mereka sendiri. Dengan demikian, konsumsi alkohol dianggap sebagai perilaku yang dapat diterima, namun penggunaan alkohol yang berlebihan dianggap sebagai hasil dari pilihan bebas dan tanggung jawab pribadi.
Text Box: 25Oleh karena alkoholisme dipandang sebagai perilaku yang pantas hukuman, bukan pengobatan; pecandu alkohol dianggap sebagai memilih untuk bersikap berlebihan. Model kecanduan disebut model moral. Perspektif ini mirip dengan argumen yang didukung oleh Thomas Szasz pada tahun 1960 mengenai perlakuan terhadap hukuman individu yang sakit mental dan perbedaan di antara menjadi 'gila' atau 'buruk'. Szasz (1961) mengemukakan bahwa untuk label seseorang gila ', dan memperlakukan mereka, dihapus segi tengah umat manusia, yaitu tanggung jawab pribadi. Ia mengusulkan bahwa individu memegang bertanggung jawab atas perilaku mereka memberi mereka kembali rasa tanggung jawab bahkan jika ini mengakibatkan mereka dilihat sebagai 'buruk'. Demikian pula, model moral kecanduan alkohol dianggap telah memilih untuk bersikap berlebihan dan karena itu pantas dihukum (mengakui tanggung jawab mereka), bukan pengobatan (menyangkal tanggung jawab mereka). Akibatnya, sikap sosial kontemporer tercermin dalam teori kontemporer.

2.6.7.2 Abad Kesembilan Belas Dan Konsep Penyakit Pertama
Selama abad kesembilan belas, sikap terhadap kecanduan, dan alkohol tertentu, berubah. Gerakan kesederhanaan dikembangkan dan menyebarkan berita tentang kejahatan minuman. Alkohol dianggap sebagai zat yang kuat dan merusak dan pecandu alkohol dipandang sebagai korbannya. Perspektif ini juga tercermin dalam larangan dan larangan konsumsi alkohol di Amerika Serikat. Selama ini, konsep penyakit pertama kecanduan dikembangkan. Ini adalah bentuk paling awal dari pendekatan biomedis kecanduan dan dianggap alkoholisme sebagai penyakit. Dalam model ini, fokus untuk penyakit itu substansi. Alkohol dipandang sebagai zat adiktif, dan pecandu alkohol dipandang sebagai pasif mengalah pengaruhnya. Konsep penyakit pertama dianggap sebagai substansi masalah dan menyerukan pengobatan peminum yang berlebihan. Sekali lagi, sikap sosial untuk kecanduan yang tercermin dalam pengembangan teori.
2.6.7.3 Abad Kedua Puluh Dan Konsep Penyakit Kedua
Text Box: 26Sikap terhadap kecanduan berubah lagi pada awal abad kedua puluh. Amerika Serikat belajar dengan cepat bahwa pelarangan konsumsi alkohol lebih bermasalah dari yang diharapkan, dan pemerintah di seluruh dunia barat menyadari bahwa mereka secara finansial dapat memperoleh manfaat dari penjualan alkohol. Secara paralel, sikap terhadap perilaku manusia yang berubah dan lebih liberal, sikap laissez-faire (hal tak campur tangan ) menjadi dominan. Demikian pula, teori kecanduan tercermin pergeseran ini. Konsep Penyakit kedua kecanduan dikembangkan, yang tidak lagi melihat substansi sebagai masalah tetapi menunjuk jari pada orang-orang yang menjadi kecanduan. Dalam perspektif ini, minoritas kecil dari mereka yang mengonsumsi alkohol secara berlebihan dipandang sebagai memiliki masalah, tetapi untuk sisa konsumsi alkohol masyarakat kembali ke posisi kebiasaan sosial yang dapat diterima. Perspektif ini melegitimasi penjualan alkohol, diakui tunjangan pemerintah yang dihasilkan dan menekankan pengobatan individu kecanduan.
Alkoholisme dianggap sebagai penyakit yang dikembangkan oleh orang-orang tertentu yang karena itu diperlukan dukungan dan pengobatan. Dalam perspektif penyakit kedua ada tiga argumen yang berbeda:
(1) sudah ada kelainan fisik;
(2) sudah ada kelainan psikologis; dan
(3) diperoleh teori ketergantungan.
Semua ini memiliki model yang sama dari kecanduan dalam bahwa mereka:
·         kecanduan Anggaplah sebagai entitas diskrit “ kerja yg normal “ (Anda baik seorang pecandu atau bukan kecanduan).
·         Hargai kecanduan sebagai penyakit.
·         Fokus pada individu sebagai masalah.
·         Hargai kecanduan sebagai ireversibel.
·         Tekankan pengobatan.
·         Tekankan pengobatan melalui pantang total.
Masalah Dengan Model Penyakit Kecanduan
Meskipun banyak peneliti masih menekankan model penyakit kecanduan, ada beberapa masalah dengan perspektif ini:
·         Model Penyakit mendorong pengobatan melalui pantang seumur hidup. Namun, pantang seumur hidup sangat langka dan mungkin sulit untuk dicapai.
·         Model ini tidak memasukkan kambuh dalam konsep pengobatan. Namun, ini perspektif 'semua atau tidak' benar-benar dapat mempromosikan kambuh melalui mendorong individu untuk menetapkan target yang tidak masuk akal pantang dan dengan mendirikan ramalan dari 'sekali mabuk, selalu mabuk'.
·         Text Box: 27Deskripsi minum dikendalikan, yang menunjukkan bahwa pecandu alkohol dapat kembali ke 'normal minum' pola (Davies 1962; Sobel dan Sobel 1978), menantang ide-ide sentral dari model penyakit. Fenomena minum dikendalikan menunjukkan bahwa mungkin kecanduan tidak dapat diubah dan pantang yang mungkin bukan satu-satunya tujuan pengobatan.
2.6.7.4 Tahun 1970-An Dan Seterusnya: Teori Pembelajaran Sosial
Di bagian akhir abad kedua puluh sikap terhadap kecanduan berubah lagi. Dengan perkembangan behaviorisme, teori belajar dan keyakinan bahwa perilaku dibentuk oleh interaksi dengan lingkungan dan orang lain, keyakinan bahwa perilaku yang berlebihan dan kecanduan adalah penyakit mulai ditantang. Sejak 1970-an, perilaku seperti merokok, minum dan obat-taking telah semakin dijelaskan dalam konteks semua perilaku lainnya. Dengan cara yang sama bahwa teori-teori agresi bergeser dari penyebab biologis (agresi sebagai naluri) penyebab sosial (agresi sebagai respon terhadap lingkungan / pendidikan), kecanduan juga terlihat sebagai perilaku yang dipelajari. Dalam perspektif ini, istilah 'perilaku adiktif' diganti 'kecanduan' dan perilaku seperti itu dianggap sebagai konsekuensi dari proses pembelajaran. Pergeseran ini menantang konsep kecanduan, pecandu, penyakit dan penyakit; Namun, teori masih menekankan pengobatan.

Perspektif pembelajaran sosial berbeda dari model penyakit kecanduan dalam beberapa cara:
·         perilaku adiktif dipandang sebagai kebiasaan yang diperoleh, yang dipelajari sesuai dengan aturan teori pembelajaran sosial.
·         perilaku adiktif dapat terpelajar; mereka tidak dapat diubah.
·         perilaku adiktif terletak di sepanjang kontinum ( rangkaian ); mereka tidak entitas diskrit.
·         perilaku adiktif tidak berbeda dengan perilaku lainnya.
·         Pendekatan pengobatan melibatkan baik jumlah pantang atau belajar kembali perilaku 'normal' pola.






Text Box: 28
 
BAB III
                                                         PENUTUP           
3.1  Kesimpulan
                  Addictive adalah kecanduan, behaviors adalah perilaku atau tindakan. Jadi addictive behaviour adalah perilaku kecanduan. Berdasarkan penelitian terakhir terdapat juga perilaku adiktif yang bukan karena pengaruh obat. Ketergantungan itu sendiri dapat berupa ketergantungan psikis (psychological dependence) maupun ketergantungan fisiologis (physiological dependence).
      Penelitian ini mengidentifikasikan empat tahap penghentian perilaku adiktif meliputi : prekontemplasi, kontemplasi, aksi, dan pemeliharaan. "Prekontemplasi" mengacu pada tahap bila seseorang belum memikirkan sebuah perilaku sama sekali , orang itu belum bermaksud mengubah suatu perilaku. Dalam tahap "kontemplasi", seseorang benar-benar memikirkan suatu perilaku, namun masih belum siap untuk melakukannya. Tahap "aksi" mengacu kepada keadaan bila orang telah melakukan perubahan perilaku, sedangkan "pemeliharaan" merupakan pengentalan jangka panjang dari perubahan yang telah terjadi. Terdapat empat proses pembelajaran pada perilaku adiktif yaitu pengkondisian klasik, pengkondisian operan, pembelajaran observational dan kognitif.
3.2  Saran
                  Perilaku adiktif sangat mempengaruhi pola perilaku manusia terutama dalam prilaku sehat. Perilaku ini juga berdampak tidak baik untuk kesehatan baik fisik, psikologis, ekonomi maupun sosial. Oleh karena itu sudah seharusnya ditingkatkan pola perilaku sehat dari masyarakat, yang membutuhkan intervensi dari masyarakat itu sendiri, tenaga kesehatan maupun pemerintah.


Text Box: 29
 
DAFTAR PUSTAKA

Davison, G. C., Neale,J.M., Kring, A.M (2006). Psikologi Abnormal (9th edition).
            Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Ogden, Jane. 2012. Health Psychology fifth Edition. New York : Mc Graw Hill
Supratiknya, A. (1995) Mengenal Perilaku Abnormal. Yogyakarta: Kanisius.
http:// www.depkes.go.id/download/buletin/buletin-ptm.pdf
http://www.hukor.depkes.go.id%2Fup_prod_kepmenkes%2FKM/NAPZA.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar